Senin, 21 Maret 2011

makalah perkawinan


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Haid atau menstruasi merupakan peristiwa penting pada masa pubertas anak gadis yang juga merupakan pertanda “biologis” dari “kematangan seksual”, dimana mulai timbul perasaan “hetero seksual” yaitu tertarik pada lawan jenisnya dan mulai berusaha untuk mencari pacar/pasangan hidup/jodoh/belahan jiwanya, yang biasanya diikuti dengan hasrat untuk mempercantik diri agar bisa tampil menarik di depan orang lain khususnya lawan jenis. Jika seorang wanita mempunyai hasrat untuk mempercantik diri hal ini merupakan “khas feminim” yang juga merupakan ciri dari diri yang sehat. Namun, jika tidak ada hasrat untuk mempercantik diri maka kemungkinan terjadi “dekadensi psikis” atau kemunduran. Dalam menyeleksi pasangannya setiap karakter wanita mempunyai prinsip yang berbeda-beda ada yang menyeleksi berdasarkan ciri karakteristik yang ada persamaannya dengan diri sendiri yaitu “tendensi homogami” atau ikatan perkawinan berdasarkan persamaan ciri tertentu, misalnya ingin mencari pasangan yang satu suku dengannya. Dan ada juga yang ingin mempunyai pasangan yang mempunyai sifat karakteristik yang justru berlawanan. Misalnya seseorang yang pemarah ingin mendapatkan pasangan yang sabar, agar bisa menenangkannya dan meredam emosinya kelak.

1.2    Tujuan

     Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan informasi bagi yang membacanya dan diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua.

1.      Agar Mahasiswa tahu akan Arti Kehidupan Dalam Perkawinan

2.      Agar Mahasiswa Mengetahui Arti Penting Dalam Perkawinan

3.      Agar Mahasiswa Mengetahui Arti Suami – Istri Dalam Kehidupan Perkawinan







BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Kehidupan Perkawinan
Adalah suatu perkawinan sepasang mempelai yang dipertemukan secara formal di hadapan penghulu atau kepala agama, para saksi dan sejumlah hadirin yang disahkan secara resmi sebagai suami isteri dengan upacara ritual-ritual tertentu. Dimana bentuk proklamasi laki-laki dan wanita bersifat dwi tunggal yakni saling memiliki satu sama lain. Secara hukum, dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1/1974, bab I, pasal 1 bahwa “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dari sisi gereja Katolik, “Perkawinan adalah persekutuan hidup dan kasih suami istri yang mesra yang diadakan oleh Sang Pencipta dan dikukuhkan dengan hukum - hukumNya, dibangun oleh perjanjian perkawinan atau persetujuan pribadi yang tak dapat ditarik kembali Ikatan suci demi kesejahteraan suami - istri dan anak maupun masyarakat itu tidak tergantung pada kemauan manusia semata - mata.
A.  Regulasi/pengaturan perkawinan
·         Umur
·         Seks
·         Upacara perkawinan
·         Pembayaran uang nikah
·         Hak dan kewajiban suami isteri
·         Pembagian harta
·         Perceraian
B.  Tujuan regulasi
Bukan untuk menghalangi perkawinan tapi untuk menjamin perkawinan
1.      Ditegakkannya kesejahteraan sosial
2.      Mencegah perkawinan dengan keluarga dekat/incest
3.      Untuk memperbaiki ras/keturunan
4.      Mencegah perceraian yang sewenang-wenang
5.      Menjamin kebahagiaan individu, kelestarian keluarga, kestabilan struktur masyarakat

Adanya pergeseran standar dan norma seks menajdi hyper modern dan radikal merupakan hal yang bertentangan dengan norma masyarakat, yang juga dapat menimbulkan :
1.   Perkawinan periodik/term marriage
·         Kontrak tahap 1 = 3-5 tahun
·         Kontrak tahap 2 = 10 tahun
·         Kontrak tahap 3 = saling memiliki
2.   Kawin percobaan/trial marriage
Dengan alasan perkawinan harus dicoba terlebih dahulu beberapa bulan dan jika tidak cocok dapat segera berpisah
3.   Kawin persekutuan/companionate marriage
Yaitu perkawinan tanpa anak dan perceraian atas dasar persetujuan bersama
4.   Poligami
5.   Perkawinan eugenis
Yaitu perkawinan untuk memperbaiki keturunan
C.  Alasan/motivasi perkawinan
1.      Distimulis oleh dorongan-dorongan romantik
2.      Hasrat untuk mendapatkan kemewahan hidup
3.      Ambisi untuk mencapai status sosial tinggi
4.      Keinginan untuk mendapatkan jaminan/asuransi hidup di masa tua
5.      Keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan pasangannya
6.      Hasrat untuk melepaskan diri dari belenggu atau kungkungan orang tua/keluarga
7.      Dorongan cinta terhadap anak dan ingin mempunyai anak
8.      Keinginan untuk mengabadikan nama leluhur
9.      Malu kalau sampai disebut sebagai “perawan tua”
D.  Alasan-alasan tidak kawin
1.      Tidak pernah mencapai kematangan yang sebenarnya, dimana kematangan tidak hanya secara khronologis, fisik dan mental saja tapi juga harus mencapai taraf kematangan secara sosial
2.      Identifikasi secara ketat terhadap orang tua, menginginkan pasangan hidup yang benar-benar memiliki ciri baik fisik maupun karakter seperti orang tuanya (fiksasi ayah/kompleks elektra dan fiksasi ibu/kompleks oedipus)
3.      Egosentrisme dan narsisme yang berlebihan, merasa diri sangat sempurna dan hanya pantas memilik pasangan yang juga sederajat dengannya
4.      Kebudayaan individualisme yaitu tidak terbiasa bergaul dengan orang lain, ingin bebas hidup sendiri dan  tidak mau hidupnya diatur.

2.2    Memasuki Kehidupan Perkawinan
Masa dewasa muda adalah masa bagi kehidupan seseorang yang berusia antara 20 – 40 tahun. Pada masa ini, keadaan fisik berada pada kondisi puncak dan kemudian menurun secara perlahan. Dalam sisi perkembangan psikososial, terjadi proses pemantapan kepribadian dan gaya hidup serta merupakan saat membuat keputusan tentang hubungan yang intim. Pada saat ini, kebanyakan orang menikah dan menjadi orang tua (Papalia, Olds, & Feldman, 2001; Santrok, 2002). Bagi kebanyakan orang, tentu saja termasuk anda, perkawinan adalah suatu yang sangat diharapkan dan sangat dipersiapkan.
Oleh karena itu, tidak jarang orang mencari berbagai informasi mengenai perkawinan dengan bertanya pada orang tua atau teman, membaca buku, atau dibekali dengan berbagai informasi tentang perkawinan melalui kursus semacam ini. Yang paling penting dari semua persiapan perkawinan adalah  persiapan mental dari calon pasangan itu sendiri. Persiapan mental ini dimulai dari hal yang paling sederhana, yaitu mengenal dan memahami pasangan serta memahami arti pernikahan bagi diri sendiri. Dalam tahap persiapan pernikahan, membina hubungan sosial yang romantis dan harmonis merupakan hal yang penting dan perlu dijalani. Pasangan yang mantap untuk membina rumah tangga dan memasuki kehidupan perkawinan adalah pasangan yang telah mengenal pasangannya masing-masing, memiliki kesamaan minat dan tujuan hidup, saling terbuka, saling percaya, saling menghormati, dan saling memahami.
Hal ini tidak berarti pasangan memerlukan waktu pacaran yang lama untuk saling mengenal dan memahami. Yang terpenting adalah bagaimana calon pasangan mampu untuk selalu berusaha saling mengenal dan mendalami pasangan masing-masing, tanpa harus memaksakan kehendak pribadi kepada pasangannya, dan dapat menerima pasangan kita apa adanya. Ketika pasangan memasuki kehidupan perkawinan, tidak berarti proses mengenal dan memahami berhenti. Kadang, masa awal perkawinan merupakan masa penyesuaian diri yang menyulitkan bagi pasangan suami-istri baru karena seringkali banyak terjadi hal yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Ketika pacaran dulu, mungkin calon istri tidak mengetahui bahwa calon suaminya tidak suka tidur dengan lampu menyala, padahal si calon istri terbiasa tidur dengan lampu yang terang karena si istri agak penakut. Hal ini bukan tidak mungkin akan sedikit memancing keributan di awal tidur bersama. Hal penting berikutnya adalah: Cinta. Mengapa saya menempatkan cinta setelah mengenal pasangan? Memang mungkin saja ada cinta pada pandangan pertama. Namun, apakah cinta itu akan terus ada setelah pasangan saling mengenal lebih jauh? Seringkali, ketika hubungan perkenalan berlanjut menjadi hubungan romantis, pasangan mulai berpikir apakah betul mereka saling mencintai, atau hanya karena tertarik secara fisik, atau karena ‘nyambung’ ketika diajak ngobrol, atau karena merasa menemukan kakak atau adik. Banyak pasangan yang kemudian menyadari bahwa pasangannya adalah pasangan yang tepat untuk menjadi teman bicara, tetapi bukan ‘teman hidup’-nya. Cinta merupakan kekuatan yang mampu menarik dua orang dalam satu ikatan yang tidak terpisahkan, yang dinamakan perkawinan. Dengan kata lain, perkawinan akan kuat ketika dilandasi oleh cinta. Hatfield (dalam Lubis, 2002) menyatakan bahwa ada dua macam cinta diantara pasangan dalam perkawinan, yaitu passionate love dan companiate

2.3    Pengertian Suami - Istri dan Kehidupan Perkawinan
Istri merupakan pasangan dari suami. suami adalah pasangan dari istri. Kata suami dan istri, yang kadang berkembang menjadi pasutri (pasangan suami istri) adalah kata yang tentu saja kita kenal sehari-hari. Kata suami-istri mengandung banyak makna yang kadang tidak kita sadari maknanya bagi diri kita. Pernyataan yang tampaknya perlu Anda jawab saat ini adalah: “Apa arti kata suami-istri bagi Anda?” Secara hukum, dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1/1974, bab I, pasal 1 bahwa “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dari sisi gereja Katolik, “Perkawinan adalah persekutuan hidup dan kasih suami-istri yang mesra yang diadakan oleh Sang Pencipta dan dikukuhkan dengan hukum-hukumNya, dibangun oleh perjanjian perkawinan atau persetujuan pribadi yang tak dapat ditarik kembali. Ikatan suci demi kesejahteraan suami-istri dan anak maupun masyarakat itu tidak tergantung pada kemauan manusia semata-mata. Allah sendirilah Pencipta perkawinan, yang mencakup pelbagai nilai dan tujuan” (dikutip dari Kasih Setia dalam Suka-Duka, Pedoman Perkawinan di Lingkungan Katolik, 1993). Pembahasan tentang kehidupan perkawinan akan saya mulai dengan pembahasan tentang kehidupan dewasa muda sebagai masa kehidupan yang sedang dijalani oleh kebanyakan calon pasangan suami-istri. Masa dewasa muda adalah masa bagi kehidupan seseorang yang berusia antara 20 – 40 tahun. Pada masa ini, keadaan fisik berada pada kondisi puncak dan kemudian menurun secara perlahan. Dalam sisi perkembangan psikososial, terjadi proses pemantapan kepribadian dan gaya hidup serta merupakan saat membuat keputusan tentang hubungan yang intim.
 Pada saat ini, kebanyakan orang menikah dan menjadi orang tua (Papalia, Olds, & Feldman, 2001; Santrok, 2002). Bagi kebanyakan orang, tentu saja termasuk anda, perkawinan adalah suatu yang sangat diharapkan dan sangat dipersiapkan. Oleh karena itu, tidak jarang orang mencari berbagai informasi mengenai perkawinan: dengan bertanya pada orang tua atau teman, membaca buku, atau dibekali dengan berbagai informasi tentang perkawinan melalui kursus semacam ini. Kadang yang tidak kalah penting bagi calon pasangan suami-istri adalah juga bagaimana pesta pernikahan akan diselenggarakan, pakaian apa yang akan dikenakan, dan kemana akan berbulan madu. Namun, yang paling penting dari semua persiapan perkawinan adalah persiapan mental dari calon pasangan itu sendiri. Persiapan mental ini dimulai dari hal yang paling sederhana, yaitu mengenal dan memahami pasangan serta memahami arti pernikahan bagi diri sendiri. Dalam tahap persiapan pernikahan, membina hubungan sosial yang romantis dan harmonis merupakan hal yang penting dan perlu dijalani. Pasangan yang mantap untuk membina rumah tangga dan memasuki kehidupan perkawinan adalah pasangan yang telah mengenal pasangannya masing-masing, memiliki kesamaan minat dan tujuan hidup, saling terbuka, saling percaya, saling menghormati, dan saling memahami. Hal ini tidak berarti pasangan memerlukan waktu pacaran yang lama untuk saling mengenal dan memahami. Yang terpenting adalah bagaimana calon pasangan mampu untuk selalu berusaha saling mengenal dan mendalami pasangan masing-masing, tanpa harus memaksakan kehendak pribadi kepada pasangannya, dan dapat menerima pasangan kita apa adanya. Ketika pasangan memasuki kehidupan perkawinan, tidak berarti proses mengenal dan memahami berhenti. Kadang, masa awal perkawinan merupakan masa penyesuaian diri yang menyulitkan bagi pasangan suami-istri baru karena seringkali banyak terjadi hal yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.

BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Kehidupan perkawinan adalah kehidupan dari pasangan pria dan wanita yang disahkan secara hukum dan agama dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia. Untuk menjadi pasangan yang bahagia, suami-istri harus saling mengenal dan menerima pasangannya, saling mencintai, saling memiliki komitmen terhadap pasangannya, tetap bersama dalam senang dan susah, saling membantu dan mendukung, memiliki komunikasi yang lancar dan terbuka, serta menerima keluarga pasangannya sebagai keluargannya sendiri.

3.2    Kritik Dan Saran
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna maka dari itu saya ingin meminta kritik dan saran  dari pembaca serta dosen pembingbing agar makalah yang saya buat bisa menjadi sempurna dan jauh lebih baik dari sebelumnya, serta  krtik dan saran yang  sifatnya membangun dari para pembaca mudah - mudahan bisa menjadikan makalah ini jauh lebih sempurna dan bermanfaat bagi semuanya.  

DAFTAR PUSTAKA

Alkitab Kabar Baik. (1994). Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia. KWI – BKKBN. (1993). Kasih setia dalam suka – duka: Pedoman persiapan perkawinan di lingkungan Katolik. Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi.

Landis, J.T. & Landis, M.G. (1970). Personal adjustment, marriage, and family living (5th Ed.). New Jersey: Prentice Hall.

Lubis, Yati Utoyo (2002, April). Aspek psikologis dari poligami: Telaah kasuistik. Makalah seminar.

Papalia, D.E., Old, S.W., & Feldman, R.D. (2001). Human development (8th Ed.). Boston: McGraw Hill.

.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar